0

UAS Evaluasi Pembelajaran Matematika

Posted by Unknown on 5/28/2016 01:17:00 PM in ,

1.      Bagaimana cara memberi skor pada tes tipe uraian? Buatlah diagram alurnya!

    Terdapat alternatif cara yang bisa digunakan untuk memberikan skor pada soal tipe uraian. Diantaranya:
a.     Pemberian skor sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan diukur. Apabila sebuah soal disusun untuk mengukur kemampuan siswa dalam menjelaskan hubungan sebab akibat, maka tentu saja jawabannya harus dinilai berdasarkan ketajaman uraian siswa mengenai hubungan sebab akibat seperti yang dikehendaki rumusan soal. Pembobotan didapatkan dari rubrik-rubrik yang sesuai dengan indikator ketercapaian yang terdapat dalam kisi-kisi soal.
b.  Pemberian skor berdasarkan bobot (weight) yang diberikan pada setiap butir soal, didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau berdasar pada jenis bahan (bahan perangsang, bahan inti, bahan penting, dan kurang penting), teksonomi (pengetahuan, pemahaman, evaluasi, dll).
c.       Dengan menggunakan cara pemberian skor yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya mengandung tiga unsur, padahal jawaban yang benar memiliki lima unsur. Maka jawaban yang paling lengkap (memenuhi lima unsur) itulah diberikan  5 skor, sedangkan yang menjawab hanya sati atau dua unsur, diberikan skor yang lebih sedikit,  misalnya 3,5 atau 1,5.


Adapun langkah–langkah memberi skor tipe uraian adalah sebagai berikut:
a.    Menyusun suatu jawaban model sebagai kunci jawaban yang memenuhi syarat sebagai jawaban yang baik (benar, relevan, lengkap, berstruktur, dan Jelas).
b.        Menentukan bobot soal. Setiap item bisa berbeda bobot.
c.         Membaca beberapa jawaban dari peserta didik yang kurang pandai dan yang pandai. Hal ini dapat dipakai untuk memperoleh gambaran umum tentang kualitas dari jawaban dari para peserta didik atau mengecek apakah kunci jawaban cukup realistik.
d.      Sebaiknya masing-masing nomor dari jawaban tes diperiksa sekaligus sebelum melakukan skoring nomor yang lain.
e.     Agar tidak terpengaruh oleh kesan mutu jawaban yang mendahului sebaiknya sesudah selesai diperikasa jawaban-jawaban satu nomor, lembar jawab perlu ditukar urutannya.
f.          Tidak usah memperhatikan nama dan nomor peserta, untuk mengurangi subjektivitas.
g.      Hanya memeriksa isi pikiran yang dikemukakan dalam jawaban, sehingga tidak perlu menilai bentuk tulisan dan lain-lain agar tidak subjektif.
h.         Mengembalikan lembar jawab lengkap dengan catatan-catatan seperlunya.


Diagram alurnya adalah sebagai berikut.




2.   Dari sebuah test menunjukkan seorang siswa mendapat skor jelek (di bawah rata-rata kelas). Mengapa skor siswa tersebut jelek? Jelaskan pendapat Anda!

      Ada beberapa hal yang memungkinkan menjadi penyebab rendahnya skor siswa. Diantaranya terjadi karena:

Faktor internal
a.      Ketidaksiapan siswa dalam menghadapi ujian
b.   Minat yang kurang dari siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang bersangkutan sehingga sulit memahami materi yang akan diajarkan
c.       Kondisi siswa yang tidak mendukung, misalnya sedang sakit

Faktor eksternal
a.      Soal tes yang diberikan tidak valid (bukan merupakan instrumen evaluasi yang berkualitas dan tidak mampu mengevaluasi dengan tepat)
b.      Tester (penilai, penguji) mahal dalam memberikan bobot nilai
c.       Kondisi lingkungan saat tes dilaksanakan tidak mendukung, misal lingkungannya saat itu berada dalam keadaan bising


3.      Kita berharap soal yang di susun baik, yang bagaimanakah soal yang baik itu? Mengapa soal itu harus baik?

Soal di katakan baik apabila memenuhi :
a.      Taraf Kesukaran
Nitko (1983) (dalam, Arikunto: 2005) mengemukakan soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya

b.      Daya pembeda
Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar. Soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai saja.

c.       Pola Jawaban Soal
Yang dimaksud pola jawaban soal adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan manapun (blangko). Dalam istilah evaluasi disebut omit, disingkat O. Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek, terlalu menyolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah distractor (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distractor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.
Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui:
·         Taraf kesukaran soal
·         Daya pembeda soal
·         Baik dan tidaknya distraktor.
Suatu distraktor dapat diperlakukan dengan tiga cara:
·         Diterima, karena sudah baik
·         Ditolak, karena tidak baik
·         Ditulis kembali, karena kurang baik. Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya.
Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.

d.      Validitas: soal dikatakan valid (memiliki validitas tinggi) atau sahih jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Apabila tes tersebut tidak mengukur apa yang hendak diukur maka tes tersebut tidak dapat dipercaya. Ada dua jenis validitas:
·         Validitas logis adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan (judgement) teoritik atau logika.
·         Validitas empiris : validitas yang didasarkan atas hasil uji-coba (try out) terhadap responden.

e.      Reliabilitas: reliabilitas suatu tes adalah keajegan atau konsistensi dari instrument, artinya jika instrument/tes tersebut diteskan terhadap suatu objek yang sama pada waktu yang berbeda maka hasilnya akan tetap sama (ini disebut konsiten).
f.        Obyektivitas: terutama pada system skoringnya. Siapapun yang menilai akan menghasilkan skor yang sama. yang mempengaruhi obyektivitas soal adalah bentuk soal dan penilai.
g.      Praktikabilitas : bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya. Soal yang praktis adalah mudah dilaksanakan dan mudah memeriksanya, serta dilengkapi petunjuk yang jelas
h.       ekonomis: pelaksanaan tes tidak memerlukan biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.

Mengapa soal harus baik ?
Karena soal itu adalah bentuk dari tes tertulis yang merupakan suatu alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa. Pemberian soal kepada siswa tersebut bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan ketercapaian/taraf serap materi pelajaran. Guru harus tahu sejauh mana pembelajar (siswa) telah memahami bahan yang diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dapat tercapai. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka soal yang dibuat harus baik. 



0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 Latifah Ata All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.